Friday, July 29, 2011

Sebuah Interview Dengan Indra Menus, Frontman To Die


Indra Menus, seorang frontman, otak yang berada di balik To Die, dan juga personil tetap dari awal To Die berdiri, bercerita tentang bandnya dari pemilihan nama hingga teknik perekamannya di dalam interview ini. Silahkan disimak!


Bisa diceritakan definisi di balik nama To Die sendiri? Mengapa dinamakan demikan?

ini sebenarnya iseng saja, band nya juga iseng, nama juga iseng lah hahaha. well, aslinya sih ini hanyalah permainan nama saja kok. awalnya kan bernama today is chaos, trs today trs di plesetin biar serem jadi To Die. mungkin
lebih ke arah sok depresif aja kali yak. secara aku sendiri pas waktu itu suka sama hal2 yg berbau kematian, ngeri gak tuh? haaaa..jadi dari label, zine smpe band pake nama mati di situ :) ..nggak ada arti spesial kecuali cuma mengingatkan bahwa kita nantinya juga akan mati, jadi kenapa mesti menunggu? :)

Seperti yang kita ketahui bahwa To Die sendiri merupakan band yang melakukan teknik perekaman dengan fidelitas rendah menggunakan telepon selular. Mengapa To Die sendiri memilih telpon selular sebagai medianya?

nggak semuanya sih pake telepon selular, kadang juga ngrekam pake walkman, tape recorder, mp3 player, laptop, kamera video, kamera foto digital, kamera SLR, sampe live pas maen. tehnik rekam yg paling unik mungkin dengan musik dari komputer trs aku rekam musik plus vokal ku pake HP, langsung tanpa mic. musiknya sendiri ada 2 bagian yg di setel secara bersamaan, yg satu di setel pake windows media player, satunya pake winamp. atau yang aku lakuin pas sebelum ada komputer yaitu pake tape recorder dan player Play station. jadi tape recorder nya yg bisa buat ngrekam, musiknya aku pake cd audio (musik sudah dibikin sm negro, programer/gitaris todie trs di kopi ke cd) yg di puter pake player PS punya adikku (ini bukan karena pengen sok unik,tp emang karena gak punya player cd/komputer hahaha), nah vokal aku teriakin langsung di rekam ke tape nya berbarengan dg musik yang di puter di player PS.bahkan pernah aku pake suara frekuensi radio (frekuensi yg isinya cuma kresek2 doang sama) sebagai musiknya (penggangi cd audio yg di puter di player PS), langsung di isi vokal dan di rekma ke tape rekorder..intinya sih aku pake alat alat itu bukan pengen sok unik atau gimana, ya karena emang adanya/punyanya itu, bisa nya cuma begitu (maklum gaptek, gatau tehnik rekaman home studio dll hahaha) trs pengennya juga seperti itu hahaha..nah sekarang mungkin lg ada duit dari bbrp teman yg bikin tshirt atau apa gitu trs di kasih semacam royalti, nah duit itu buat rekaman di studio.

Kalau dilihat dari catatan diskografi sendiri To Die merupakan band yang produktif. Pernah tidak mengalami kesulitan dalam hal finansial untuk perilisannya? Dan juga bagaimana caranya untuk mengatasi hal tersebut?

hah, ini dia. sudah bukan rahasia umum kalo banyak band yang merasa kalo duit itu menjadi penghalang mereka untuk merilis materi mereka. dan jawaban kami cuma satu, rilis lah materi kalian ke bentuk yg kalian mampu untuk rilis, dengan jumlah yang sesuai dengan yang kamu mampu rilis. jangan jadikan duit sebagai alasan untuk menunda rilisanmu. dan gak perlu melihat "buku pedoman merilis album". yah you know lah, kebanyakan orang pasti tau nya kalo merilis album itu harus "proper", maksudnya proper di sini "professional". cd pabrik, kaset pabrik, vynil buatan pabrik dll buatan pabrik. kover cetak, kertas kover glossy, jumlah rilisan minimal berapa ratus atau malah ribu kopi dll yang ujung2nya emang membutuhkan duit yang banyak..hellloooo..coba dong berpikir di luar kotak yg ada. merilis album nggak harus seperti itu, kalo kamu ammpu sih gak masalah. kalo enggak? mau nyari label? emang ada yg tertarik? (note: bahwa label pasti kebanyakan pengen paling nggak break even point lah, jadi mesti menjual jg kan musik band nya?). nah kenapa nggak bikin album kamu di rumah sendiri? gunain tuh komputermu, atau komputer temen mu buat ngrekam album mu ke cdr. tape recorder double deck juga ok dengan tape bekas sebagai output albumnya. atau cari floppy disc, rilis aja dengan itu, unik kan?..di ranah home made rekording ini, ide mengalahkan segalanya. jumlah bisa di sesuaiin denga budget mu, rilis aja semampu mu, ntar kalo laku kan duitnya bisa di puter lagi buat bikin kopian selanjutnya. atau cari band buat split album, biaya produksi kan bisa di bagi tuh. simple kan? cuma ya itu tadi, kalo belum ada yg memulai kadang masih ragu atau takut ntar jangan2 gimana. aduh,kalo kamu nggak mulai dari sekarang ya gak bakal tau hasilnya.


Untuk masa depan sendiri, pernah tidak tercetus di benak kalian sendiri untuk "going further" dalam artian untuk lebih menseriuskan band ini menjadi band yang lebih besar?

waw, band besar. menggoda juga yak hehehe tp kayaknya aku lebih nyaman untuk seperti ini. aku juga sering share sama teman2 yang notabene pengen menuju menjadi band besar tadi, dan pada akhirnya aku simpulin menjadi band besar itu ribet. harus profesional, harus menjual, harus punya crew, harus punya manajer, harus rekaman bersih, harus jaga image, harus..., harus... dan keharusan keharusan lainnya yg sangat tidak mungkin aku pribadi bakalan bisa seperti itu. aku nggak mau nge-judge negatif teman2 yg mau menuju menjadi band besar tadi, aku cuma bisa menghargai kemauan teman2 yang ingin membuat band mereka menjadi profesional, menjadi band besar dll karena di butuhkan banyak pengorbanan besar untuk menuju kesana.. basically it's just not my thing, that's it. kalo masalah serius atau nggak nya, yah namanya juga band iseng, jadi ya gini aja deh. udah jalannya seperti ini kok hahahah..

Bisa dijelaskan tentang statement penulisan lirik kalian bahwa "personal adalah politikal" ?

nah ini sebenarnya nggak cuman berlaku di penulisan lirik band (dalam hal ini band hardcorepunk karena to die sendiri berasal dari scene ini). jadi dulu itu scene hardcorepunk secara umum kebanyakan membawa unsur politikal, band band nya banyak yg politikal, bahkan zine pun politikal. nah kemudian mulai muncul band/individu/zine yang membawa issue personal. akhirnya terjadi semacam konflik interest antara mana yang paling sesuai untuk di terapkan di hardcorepunk dan mana yang enggak. aku sendiri pertama mengenal dan menyukai hardcorepunk dari sisi politikal nya, tapi kemudian beranjak ke sisi sebaliknya ketika aku merasa kalo ini yang paling sesuai sama aku pribadi. nah di sini aku pengen ngejelasin secara gamblang bahwa isu personal pun bisa merupakan sebuah isu politik, cuma dengan penerapan dari sisi yang berbeda. politikal side mempelajari sesuatu melalui literatur/diskusi/sejarah dll, sesuatu yang berasal dari "luar" diri mereka, sementara pihak personal "mempelajari" sesuatu melalui apa yg mereka alami dan rasakan. sesuatu dari "dalam". ketika politikal side berbicara tentang equality dari segi sejarah, ide ide nya dll, sementara sisi personal mencoba mengenal equality itu sendiri melalui kehidupan sehari hari, kadang tanpa mengetahui/membicarakan seluk beluk sejarahnya. semisal seorang suami berbagi tugas rumah tangga dengan istrinya. mereka melakukan itu tanpa perlu berdiskusi dulu kan. jadi nggak ada deh kayaknya diskusi seperti ini:
istri: pah, yuk kita equality yuk. kita bagi tugas rumah tangga kita
suami: ah, equality yang mana dulu? equality itu kan asalnya dari..., di temuin oleh..., di kembangkan oleh...
( 2 jam kemudian mereka malah sibuk ngobrolin tentang seluk beluk equality)
kagak bakalan ada kayak gini mah hahahaha. semua hal personal di sini emang bisa di kaitkan ke politikal, walaupun berbeda sisi tapi sebenarnya berada di mata uang yg sama. isue personal memang terkesan remeh temeh kok jadi kadang nggak di anggep sama temen2 di sisi politikal. nah disini aku pengen menekankan bahwa menjadi personal pun kita juga bisa sekaligus menjadi politikal. bahkan apolitikal pun sebuah statement politikal. nah lhoh..


To Die dikenal juga merupakan band yang sangat terbuka untuk kolaborasi antar genre. Apakah nantinya juga kalian akan berkolaborasi dengan dengan musisi-musisi yang mamainkan musik daerah? Dan kalau bisa memilih, musik daerah mana yang akan kalian pilih?

kenapa enggak? masalahnya bukan karena kami mau atau nggak mau tapi masalahnya adalah ada enggak musisi daerah yang mau kolaborasi sama band jeprut satu ini? huahahaa. kalo boleh memilih sih pengen sama satu set gamelan bali atau jawa gitu. kebayang gimana ribetnya ngurusin 1 set pemain lengkap yg bermain menggunakan cengkok "resmi" sementara to die asal asal an ahahahaha..pasti lebih ribet ke mslh memberikan pengertian akan 2 "kutub" yg berbeda tadi daripada mikirin lagunya seperti apa ;)

Selama kolaborasi yang kalian lakukan sampai hari ini, kolaborasi mana yang dianggap paling rumit prosesnya? Dan jelaskan?

nggak pernah rumit tuh, dan kenapa mesti di bikin rumit? :) . seringnya kita asal comot aja kok, biasanya kalo live kita ajak sebelum hari H atau malah pernah pas hari H langsung hajar maen hahaha. nggak perlu dipikir prosesnya kok, nikmatin aja prosesnya, mau ntar hasilnya jelek atau gimana kan kembali ke kita nya aja, kalo kita enjoy, kenapa enggak? paling mentok aku kasih tahu aja kita ntar basic track musiknya seperti apa, flow musiknya secepat apa, trs mereka tinggal improve aja. kalo untuk rekording juga sama aja, kalo aku rasa ada teman yang di rasa berminat atau aku suka sama musik mereka (yg sesuai plus mereka mau) ya aku ajak aja.

8. Seperti kita tahu To Die erat asosiasinya dengan sebuah label bernama Relamati Records. Bisa diceritakan tentang Relamati Records?

ya jelas erat, lha wong yang berada di balik label ini kan aku (Menus) hehehe. sebenernya sih ini cuma iseng (apa sih yang nggak iseng? :) ), karena waktu itu nggak ada label yg tertarik makanya trs bikin sendiri aja. awalnya juga sama, mikir kalo ngerilis album itu mesti profesional packaging dll, makanya rilisan awal dulu lumayan menguras duit dan syukurlah... rugi ahahah. akhirnya aku nemu link ke beberap teman di luar negri yg juga bikin label trs aku liat rilisan2 mereka juga amburadul gitu bentuknya, trs aku mikir, kenapa enggak? makanya sekarang jadi seperti ini. dulu sempet ganti nama jadi relamati cdr duplication karena emang kebanyakn rilisannya cdr. sebelumnya sih sempet rada aneh juga pas banyak yg nanya relamati records tu kantornya dimana yak?, kalo mau ikutan kerja di label mu gimana yak? waaaaaaaaatt...akhirnya kepikiran buat ganti nama aja deh. tapi kemudian karena beberapa pertimbangan akhirnya balik lagi pake nama records, karena emang sempat merilis beberapa format selain cdr` (dub tape, floppy disc juga). ya memang kebanyakan rilisannya todie sama band2 yang ada aku nya aja, dulu sempat bantu2 beberapa band yang pengen bergabung tapi kok band2 tadi malah nggak merilis album selain kompilasi sama sampler di relamati (kecuali the petualangan sherina) trs aku juga kasihan sama mereka kalo cuma di rilis asal2an, akhirnya aku nentuin kalo label ini lebih sebagai alat untuk merilis band2 yg ada aku-nya aja dulu. paling rilis split2 to die gitu. kalo utk genre, aku lebih suka merilis band2 unik dan gak pasaran di jogja. masalah selera juga sih, ngapain merilis band yang aku sendiri nggak bisa menikmatinya, ya kan? ntar malah nggak maksimal.

Sebuat pertanyaan trivia :D . Apakah selama ini pernah ada yang komplain setelah seseorang membeli salah satu rilisan dari To Die?

paling komplain mengenai kualitas rekaman hahahha udah di bilangin band raw tp masih aja beli hehehe..tapi kebanyakan nggak komplain sih cuma ngasih saran aja supaya kualitas rekamannya di perbaiki..aduuuh udah di bilang band raw juga huhuhuhu itulah nggak enaknya punya band yang memuja noise dan raw secara maksimal. aku sempet mikir juga, apa orang2 selama ini mikir band yg bermain noise, raw gitu nggak bisa merekam musiknya dengan benar?. nah itu dia yg menjadikan alasan aku buat merekam 2 sesi rekaman track studio sebagai bukti bahwa to die itu bukannya nggak bisa bermain musik dan menutupi dengan alasan noise atau raw tapi karena memang kami nggak mau merekam materi kami dengan bersih dan maksimal. eh kalo maksimal sih selama ini udah maksimal kok, maksimal raw hahahaha.

Akhir kata. Mungkin ingin disebutkan siapa saja individu-individu ataupun kolektif yang telah membantu secara material ataupun moril kepada To Die selama 10 tahun ke belakang?

buanyaaak banget kalo di sebutin satu satu, dan ntar kalo ada yang kelupaan kesebut nggak enak juga kan hehe. mending terima kasih aja deh buat semua yg udah membantu to die, berkolaborasi dalam formasi formasi to die yang banyak ini :), semua yg udah beli/trade/minta/ngopi/nge-share/spreading materi todie, you guys rule!! dan extra sangat special sekali buat teman teman yang selama ini berbeda pendapat, memusuhi, mencaci maki, menjelek jelekkan atau menginjak injak kami sebagai band ataupun aku sebagai pribadi, justru kalian yang membuat kami kuat. makasih yaaaa :)

1 comment:

  1. "pada akhirnya aku simpulin menjadi band besar itu ribet. harus profesional, harus menjual, harus punya crew, harus punya manajer, harus rekaman bersih, harus jaga image, harus..., harus... dan keharusan keharusan lainnya yg sangat tidak mungkin aku pribadi bakalan bisa seperti itu.....basically it's just not my thing,"

    just feel the same thing mas menus! pernah memikirkan kalau The Frankenstone punya fan base sendiri,terdiri dari anak2 ABG labil serem yang ke gig bawa2 bendera, tapi kok aku jadi ketakutan sendiri kalo mikir gitu hehehehe... :)

    ReplyDelete